qas30

--== It is Not Random But Designs ==--
Having trading discipline is the beginning; keeping discipline is the progress;
staying discipline is the success

Jika Krisis Terjadi Dan dampaknya Pada Pekerja di Indonesia

Published on Rabu, 21 Agustus 2013 02.37 //

Perekonomian Indonesia, yang selama empat tahun terakhir tumbuh signifikan saat negara-negara lainnya resesi, kini terasa menurun.
Defisit neraca perdagangan semakin lebar. Kinerja ekspor tahun ini tidak terlalu menggembirakan sejak harga komoditas primer, seperti kelapa sawit dan batubara, anjlok. Pasar domestik sebagai andalan untuk menggerakkan ekonomi dengan strategi terus berbelanja rupanya juga dijejali produk impor yang rentan disusupi barang selundupan.

Jika konsumen lebih banyak membeli barang impor, bagaimana nasib barang produksi lokal? Saat produk lokal terjepit barang impor, bagaimana pabrik-pabrik kita bisa terus berproduksi? Roda ekonomi domestik akan semakin lambat berputar saat pabrik mulai mengurangi atau merasionalisasi jumlah pekerja mereka. Apabila kondisi seperti ini berlanjut, kita akan menghadapi krisis sesungguhnya. Jumlah pekerja informal meningkat. Begitu pula ancaman pengangguran.

Dari 121,2 juta angkatan kerja pada Februari 2013, masih ada 7,1 juta (5,92 persen) penganggur terbuka. Meski jumlah pengangguran turun dari 6,32 persen pada Februari 2012, pemerintah tidak boleh terlalu gembira. Krisis membuat para pengusaha menahan diri untuk berinvestasi. Mereka memilih menunggu sambil melihat perkembangan situasi. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kini tinggal investor yang sudah telanjur menanam modal yang mewujudkan program investasi mereka. Selebihnya memilih menunggu sampai pemilihan umum tahun 2014.

Krisis ekonomi dan keterbatasan investasi membuat pasar kerja semakin kaku. Apabila kondisi seperti ini terus terjadi, rasanya kita semakin sulit menyerap 68,4 juta pekerja informal ke sektor formal. Mereka akan terus bekerja dengan upah rendah, tanpa jam kerja yang jelas, tanpa perlindungan sosial, dan bekerja dalam kondisi yang buruk. Yang lebih parah lagi, mereka akan terus hidup dalam ancaman kemiskinan.

Sayangnya situasi pekerja formal pun tidak kalah rapuh. Data Apindo menyebutkan, sedikitnya 44.000 pekerja sektor industri alas kaki dan garmen terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang semester I-2013. Separuhnya terjadi di sentra industri alas kaki dan garmen di kawasan Tangerang Raya, Banten. Mereka terpaksa menganggur karena pabrik tempat mencari nafkah selama ini tutup total atau relokasi ke daerah lain.
Peristiwa yang sebenarnya tidak kita inginkan ini terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tingkat kenaikan upah minimum provinsi (UMP) rata-rata 40 persen di sejumlah provinsi membuat
pengusaha alas kaki dan garmen menjerit.

Satu demi satu pabrik alas kaki dan garmen yang sejak tahun 1980-an diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja berpendidikan rendah gulung tikar. Industri padat karya yang memanggul beban menyerap sebagian besar dari 54,6 juta pekerja berpendidikan sekolah dasar kini di ambang keterpurukan. Krisis ekonomi global pun kian mempercepat kematian industri alas kaki dan garmen. Investor yang tak kuat menghadapi
kenaikan UMP terpaksa lempar handuk. Seorang pengusaha memilih membayar Rp 40 miliar untuk pesangon pekerja yang mengundurkan diri dengan sukarela dan membeli mesin. Dia terpaksa melakukan ini agar pabriknya tidak kolaps jika UMP tahun 2014 naik drastis lagi. Kini, dia memiliki ratusan mesin yang setiap mesin setara dengan lima pekerja.

Krisis membuat daya beli turun. Dialog seharusnya menjadi pintu masuk untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ekonomi kita. Dunia usaha dan serikat pekerja semestinya bersatu menghadapi krisis. Pengusaha meningkatkan efisiensi dan pekerja menaikkan produktivitas. Pemerintah pun harus mengamankan pasar domestik dan ekspor agar produk nasional bisa terus terjual. Saat krisis berakhir, serikat pekerja dan Apindo bisa berdialog kembali demi kelangsungan usaha, jaminan pekerjaan, dan kesejahteraan buruh.

0 comments

Leave a comment

Subscribe to our RSS Feed! Follow us on Facebook! Follow us on Twitter!